WHAT'S NEW?
Loading...

Mengenang Jasa Tak Terbalas

Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrP5X5sXM7HNVHMDuhaUZNfUsJMGUkXyaBPAwhX9v_KUgu4eHuxcV0BlEUhl9H5fgR27XlonTeVHH2EiezTI7z3_voVfMpvj5oocdLXIo0tQ4kIO1G0cVDGBVNoNdXZ9QR8Jzvl9qN3rjt/s1600/Hymne+Guru.jpg

Profil

Sartono (lahir di MadiunJawa Timur29 Mei 1936 – meninggal di Madiun1 November 2015 pada umur 79 tahun) adalah seorang mantan guru seni musik yayasan swasta di Kota MadiunJawa Timur, yang dikenal dengan prestasinya dalam menciptakan lagu "Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" pada tahun 1980-an. Sebuah lagu wajib yang kini selalu dinyanyikan di sekolah-sekolah baik tingkat SD hingga SMA di Indonesia
Sartono mempelajari musik secara otodidak tanpa mengenyam pendidikan tinggi tentang musik. Pada tahun 1978, Sartono adalah satu-satunya guru seni musik yang bisa membaca not balok di wilayah Madiun. Karena keterbatasan alat musik yang ia miliki, lagu "Hymne Guru" ia ciptakan dengan bersiul sambil menorehkannya ke dalam catatan kertas.
Sartono memulai kariernya sebagai guru seni musik pada tahun 1978. Ia adalah guru di sebuah yayasan swasta yang mengajar di SMP Katolik Santo BernardusKota Madiun. Sartono sendiri purnatugas dari sekolah tersebut pada tahun 2002.
Walaupun penghasilannya dari pekerjaannya sebagai guru pas-pasan, kecintaannya pada musik membuat Sartono menciptakan beberapa buah lagu. Bertepatan dengan momentum Hari Pendidikan Nasional pada tahun 1980, Sartono mengikuti lomba mencipta lagu tentang pendidikan. Dari ratusan peserta, lagu "Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" ciptaannya, berhasil menjadi pemenang. Selain mendapatkan sejumlah uang sebagai pemenang, Sartono bersama sejumlah guru teladan lainnya di seluruh Indonesia dikirim ke Jepang untuk studi banding.
Selain lagu "Hymne Guru", Sartono juga menghasilkan delapan buah lagu bertema pendidikan lainnya. Perhatiannya yang demikian serius dalam dunia pendidikan dan pengabdiannya sebagai guru membuahkan penghargaan dari MendikbudYahya Muhaimin dan Dirjen Pendidikan Soedardji Darmodihardjo pada saat menciptakan lagu "Hymne Guru".
Sartono pernah diminta oleh TNI Angkatan Darat ke Aceh pascabencana Tsunami pada tahun 2004 untuk menghibur dan memberi semangat para guru di Aceh.
(wikipedia)

Lagu Hymne Guru

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guruNamamu akan selalu hidup dalam sanubarikuSemua baktimu akan kuukir di dalam hatikuSebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapanEngkau laksana embun penyejuk dalam kehausanEngkau patriot pahlawan bangsaTanpa tanda jasa..

Makna Hymne Guru

Jika kita cermati lebih lanjut, lagu hymne guru bukan hanya berisi tentang pujian atas jasa-jasa guru, tetapi juga menceritakan tentang sebuah perjuangan yang dilalui guru semasa menjalankan tugasnya. Lagu Hymne Guru memang memiliki lirik yang sangat menyentuh hati. Seakan lagu ini merupakan sebuah luapan terimakasih tak terhingga yang diterjemahkan oleh Sartono (Sang Penulis) dalam sebuah bait lagu. Dalam bait terakhir disebutkan bahwa guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Begitu besar dedikasinya untuk anak bangsa. Guru yang mengajarkan alfabet yang melekat seumur hidup (mungkin) hanya dikenang selama beberapa tahun. Adakah balasan yang lebih baik dari sekedar penyematan gelar "pahlawan tanpa tanda jasa?"
Mencari arti seorang "guru"
Bagi sebagian orang (mungkin) guru adalah salah satu profesi yang aman, dalam artian tidak memberikan resiko tinggi bagi pasiennya (baca muridnya). Tapi jika kita pikirkan lebih dalam sebenarnya guru-lah profesi yang memiliki resiko terberat dalam sejarah. Guru yang baik, benar, santun dan berbudi pekerti baik akan melahirkan siswa yang baik, teladan, berakhlak santun dan akan mengerti tentang apa yang di ajarkannya. Mengerti dalam hal ini bukan berarti harus mendapatkan nilai yang sempurna, tetapi dapat menyerap dan memanfaatkan ilmunya (meskipun sedikit). Sedangkan guru yang tidak bisa menjadi teladan akan melahirkan murid yang (maaf) bisa jadi lebih buruk dari guru-nya. Meskipun tidak semua koruptor lahir dari seorang guru koruptor. Namun dalam perannya, guru benar-benar dituntut untuk menjadi teladan yang baik.
Semua orang bisa menjadi guru
Setiap orang yang mengajarkan kita akan suatu hal, sekecil apapun itu, adalah guru kita. Bahkan Sayyidina Ali (karomallahu wajhah) berkata “aku adalah budak (hamba sahaya) bagi orang yang mengajariku, walaupun hanya satu huruf saja. Kalau ia hendak menjualku, terserah. Jika ia hendak memerdekakanku, jika mau ia pun bisa memperbudakkanku.

Kita belajar untuk mengetahui, dan mengajarkan agar mengerti.

0 komentar:

Posting Komentar